
wartamoro.com , Pikirkan tentang saat Anda memasuki suatu ruang dan mencium objek tipis dan jenjang diatas meja. Adakah kemungkinan ini adalah bolpoin untuk pertemuan kerja? Bisa juga alat ukur suhu yang baru saja digunakan? Yang menjadi ironi disini, objek tersebut tetap sama seperti semula. Akan tetapi, interpretasi mengenai apa fungsinya dapat sangat bergantung kepada maksud Anda ketika masuk ke dalam ruangan tersebut.
Riset terkini yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications membongkar kebenaran yang mencengangkan: penglihatan kita tidak sekadar menerima data optik dari gambaran yang ditangkap mata, tetapi juga berkaitan dengan niat kita saat memandangi sesuatu.
Penglihatan yang Dipengaruhi Tujuan
Sampai sekarang, banyak ahli berpendapat bahwa mata kita mengumpulkan data asli tentang bentuk, warna, dan pergerakan objek, kemudian otak merespons proses tersebut layaknya sebuah komputer. Namun, kelompok peneliti di Columbia Engineering yang dikendalikan oleh Profesor Nuttida Rungratsameetaweemana baru-baru ini menyadari bahwa korteks visual — area otak yang bertanggung jawab atas pemrosesan penglihatan — tidaklah pasif. Justru sebaliknya, zona ini secara dinamis menyesuaikan interpretasi kami terhadap citra sesuai dengan aktivitas atau sasaran spesifik yang sedang mereka kerjakan.
"Penemuannya ini menguji pemahaman konvensional yang menyatakan bahwa daerah sensorik awal di otak hanya 'mereproduksi' informasi visual. Sebenarnya, sistem visul otak manusia memodifikasi kembali gambaran tentang benda tertentu berdasarkan tindakan yang ingin kita lakukan," ungkap Profesor Rungratsameetaweemana.
Eksperimen: Saat Peraturan Selalu Diubah
Pada percobaannya, para peneliti menggunkan bentuk-bentuk abstrak yang perlu di kelompokkan oleh partisipan sementara itu mereka dianalisis dengan metode fMRI. Tetapi, pedoman pengkelompokan ini selalu berubah - kadang-kadang bentuknya lurus dan simpel (Linear), lalu berganti menjadi lengkung dan rumit (Nonlinear) pada kesempatan lain.
Minatnya, respons neurologis dalam wilayah V1 dan V2 otak berevolusi sesuai dengan peraturan tertentu walaupun sifat stimulasi optiknya tak berubah. Saat subjek menemui dilema—seperti saat harus memilih antara dua kelompok objek yang serupa—aktifitas saraf meningkat secara signifikan, mendukung proses pengambilan keputusan yang semakin tepat.
Peningkatan ketepatan ini paling mencolok pada wujud-wujud yang tidak jelas dan berada di sekitar perbatasan kategori. Di titik inilah mekanisme penglihatan berusaha keras untuk "menyempurnakan" pemahaman, sehingga para subjek dapat dengan lebih mudah membuat keputusan.
"Prof. Rungratsameetaweemana mengatakan bahwa respons otak bervariasi bergantung pada kategori yang diikuti oleh partisipan," katanya.
Kesadaran yang Fleksibel dan Adaptif
Satu penjelasan untuk kejadian tersebut adalah melalui konsep yang dikenal sebagai " feature-based attention —yang berarti kapabilitas otak dalam mengarahkan fokus pada aspek-aspekt spesifik (sebagai contoh, kelengkungan atau kesimetrian) tergantung pada situasi. Otak dengan sendirinya memodifikasi konsentrasi ini tanpa adanya petunjuk langsung.
Ini berarti para pelajar belajar untuk berkonsentrasi pada aspek-aspek yang penting tanpa perlu diperintah, sementara otak mereka mengadaptasi persepsinya sesuai dengan keperluan.
Implikasi yang Mendalam: Mulai dari Kecerdasan Buatan sampai dengan Kesehatan Jiwa
Studi ini membuktikan bahwa pemahaman manusia bersifat lentur serta ditentukan oleh tujuan tertentu, hal yang belum dapat diraih sepenuhnya oleh teknologi kecerdasan buatan (AI). Sistem AI biasanya memecah proses percepansi dan pengambilan keputusan menjadi langkah-langkah terpisah, sedangkan otak manusia melakukan keduanya dengan cara yang saling berinteraksi.
Kapabilitas otak yang mudah berkembang juga bisa menghasilkan pemahaman lebih mendalam tentang kondisi seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau autisme, dimana kemampuan berpikir dengan cara baru kerapkali bermasalah. Bila bagian dari otak yang memproses informasi indera turut serta dalam hal ini, terapis pada masa datang mungkin akan fokus ke arah tersebut sebagai target perawatannya.
"Kelincahan kognitif merupakan suatu karakteristik dari kebijaksanaan manusia, dan meskipun sistem AI paling canggih sekarang pun tetap mengalami kesulitan dengan tugas-tugas yang tidak menentu," jelas Prof. Rungratsameetaweemana.
Tahap selanjutnya dalam riset ini yaitu mengabadikan kegiatan sel-sel saraf individu guna menganalisis cara kerja otak dalam merespons pergantian target dengan cepat. Tujuannya agar informasi tersebut dapat digunakan untuk menciptakan sistem kecerdasan buatan (AI) yang semakin responsif dan serbaguna.
Melihat Adalah Menafsirkan
Studi ini merombak bagaimana kami memahami proses penglihatan. Meskipun mata benar-benar menerima sinar, interpretasi sesungguhnya terjadi di dalam otak mulai dari tahap pertama—sebelum kita menyadari apa yang dilihat oleh mata kita.
Jadi, ketika Anda contohnya melihat sesuatu yang mirip bayangan dan mengira itu adalah hantu atau seekor kucing, sebetulnya otak telah menentukan arti dari apa yang dilihat tersebut berdasarkan maksud Anda, bahkan sebelum Anda sadar akan hal itu.
Posting Komentar