
wartamoro.com, JAKARTA — Fashion industry dengan nilai sebesar US$1,7 triliun adalah salah satu pelaku utama dalam pencemaran lingkungan. Sektor ini memegang peranan dalam menghasilkan antara 8% hingga 10% total emisi gas rumah kaca setiap tahunnya, angka tersebut melebihi jumlah emisi gabungan dari industri penerbangan dan transportasi global.
Sebab itu, produksi pakaian tergantung pada serat yang diambil dari sumber daya seperti bahan bakar fosil contohnya poliester dan proses ini membutuhkan konsumsi energi serta air dalam jumlah besar. Apalagi dengan siklus fashion yang semakin cepat membuat tidak sedikit produk langsung dibuang sesaat setelah dipbeli sehingga menambah volume sampah kain secara signifikan.
Perusahaan startup yang bergerak dalam bidang tekstil merupakan salah satu dari para pemenang BloombergNEF Pioneers tahun ini, seperti Circ di Danville, Virginia. Perusahaan tersebut berhasil mentransformasi kain terbuat dari serat campuran kembali menjadi bahan dasar yang bisa dipergunakan lagi. Di sisi lain, EverDye yang berkantor pusat di Paris dan juga meraih prestasi sama-sama membangun teknik pewarnaan tekstil dengan dampak lingkungan minimal.
Ahli tekstil dari University of North Carolina State, Sonja Salmon, menyebut bahwa kebanyakan bahan kain yang dihasilkan hari ini adalah perpaduan antara kapas dan polyester, yang memiliki daya tahan lebih baik dibandingkan dengan kapas biasa. Akan tetapi, gabungan serat-serat itu cukup rumit untuk dipisah-pisahkan sehingga membuat proses daur ulang menjadi sukar dilakukan.
" Sangatlah susah untuk membedakannya dengan cara mekanis. Tidak mungkin menyisirkannya. Mesin akan mengenali keduanya sebagai satu," katanya seperti dikutip Bloomberg, Kamis (24/4/2025).
Presiden Circ Peter Majeranowski menyebutkan bahwa perusahaan tersebut berpindah ke bidang kimia dengan menerapkan teknologi yang menggunakan air sebagai pelarut serta menambahkan tekanan, guna memecah molekul polister besar menjadi bagian-bagiannya yaitu monomer. Proses ini sangat berguna untuk mendapatkan pemisahan antara dua jenis serat. Setelah itu, Circ mencuci bersih monomer dari polyester dan kapas agar bisa dipakai lagi pada proses pembuatan tekstil.
Pihaknya telah menghabiskan banyak waktu untuk menyempurnakan dan mengembangkan proses guna memastikan bahwa bahan yang digunakan tidak berdampak besar pada emisi gas rumah kaca.
Adapn Circ sudah mendapatkan dukungan finansial dari Patagonia, Inditex sebagai pemegang saham utama Zara serta platform fesyen Eropa Zalando SE. Mereka berharap merk-merk akan menyetujui kesepakatan jangka panjang guna menggunakan material daur ulang melalui teknologi mereka.
"Tetapi, membuat janji untuk beberapa musim bukanlah suatu kebiasaan di sektor ini. Merek tersebut memiliki daya tarik istimewa," ujarnya.
Christelle Chauffeton dari EverDye mengatakan bahwa mencolok benang pada kain yang sudah jadi sebagai pakaian adalah tahap yang cukup boros energi dalam proses pembuatannya. Tradisionalnya, zat pewarna dipanaskan sampai temperatur tinggi agar bisa melekat sempurna. Namun mereka berhasil menemukan metode baru yakni pencucian kain menggunakan air bertempertur normal.
Dia menjelaskan bahwa pigmen mineral sering kali bertanda negatif ketika dipakai dalam industri tekstil, sama seperti kain tersebut. Akibatnya, kedua elemen itu tak mempunyai ikatan kuat dan warna tidak akan tertempel dengan baik. Kondisi ini membuat prosedur pewarnaan kebanyakan mengandalkan penambah, perekat, serta suhu sangat tinggi.
Dia menjelaskan bahwa mereka mengambil pigmen mineral lalu menyintesisnya secara langsung pada nanopartikel biopolimer, yang telah diubah strukturnya dengan cara kimia sehingga memiliki muatan positif.
Menurut dia, saat polimer alam ditempatkan berdekatan dengan kain bertekanan negatif, zat warna tersebut akan melekat pada kain tanpa perlu tambahan bahan kimia atau pemanasan intens. Selanjutnya, proses pemanasan kedua membuat nanopartikel terintegrasi dan menciptakan lapisan halus di atas permukaan serat yang mengikat zat warna.
Victor Durand dari Departemen Operasional EverDye menjelaskan bahwa mereka berhasil mensublimasikan pewarnaan kain dalam berbagai nuansa seperti coklat, oranye, ataupun kuning. Mereka juga sedang meningkatkan teknik pengolahan agar bisa mendapatkan pola dengan warna biru, merah, serta hitam. Meski begitu, proses adaptasi rumus ini memerlukan durasi tertentu.
Perusahaan itu memperkenalkan serangkaian produk mini bulan Oktober kemarin dan telah menjalankan tes bersama brand-brand ternama seperti Lacoste serta Petit Bateau. Saat ini, EverDye sedang berusaha mendapatkan dana untuk tahap pendanaan seri A-nya.
"Kami bertujuan untuk menjadi pemasok utama pewarna dalam jaringan pasokan," ujar Durand.
EverDye dan Circ ikut bergabung bersama beberapa perusahaan lainnya yang sedang mengerjakan proyek penciptaan bahan tekstil lebih ramah lingkungan. Misalnya saja Galy yang memiliki kantor utama di Boston, mereka menanam kapas di lab guna mengurangi konsumsi air besar dan juga penggunaan pestisida. Selanjutnya ada pula Algaeing, sebuah startup asal Israel yang mendesain benang serta pigmen pewarna yang bisa hancur secara alami menggunakan algae sebagai bahannya.
Membeli pakaian secondhand atau hanya dengan mengurangi konsumsinya adalah metode efisien untuk mengecilkan dampak lingkungan fashion. Akan tetapi, sektor produksi pakaian baru skala internasional masih belum bisa lenyap dalam jangka pendek ini. Perusahaan seperti Circ, EverDye, serta beberapa entitas lain sedang mencoba meringankan emisi gas rumah kaca di bidang fesyen secara bertahap.
Posting Komentar