Biaya Menjadi Hambatan Utama dalam Peralihan dari SIM Fisik ke eSIM di Indonesia

Biaya Menjadi Hambatan Utama dalam Peralihan dari SIM Fisik ke eSIM di Indonesia

wartamoro.com,Celios mengkritik penggunaan kartu SIM terintegrasi ( eSIM Di Indonesia harus disertai dengan kebijakan tarif yang lebih murah dan kelonggaran, baik untuk masyarakat. operator maupun konsumen .

Celios Nailul Huda selaku Direktur Ekonomi Digital mengatakan bahwa mahalnya biaya bisa jadi hambatan terbesar untuk percepatan pindah ke teknologi eSIM.

Pada saat ini, berbagai penyedia jaringan telepon seluler di Indonesia menetapkan tarif untuk pindah ke eSIM yang berkisar antara Rp10.000 sampai dengan menyertakan layanan perpindahan tersebut sebagai bagian dari paket produk mereka masing-masing.

Menurut Huda, hal tersebut dianggap belum cukup menarik untuk publik yang sedang memperhitungkan aspek finansial saat membuat keputusan untuk beralih ke eSIM.

"Tarif yang terjangkau ini cukup berdampak pada kebijakan migrasi eSIM tersebut karena orang tentunya akan ragu untuk pindah jika ada biaya mahal," ujar Huda saat diwawancara oleh Bisnis, Rabu (23/4/2025).

Huda mengatakan bahwa sebaiknya program migrasi eSIM bisa dijalankan tanpa ada biaya tambahan bagi para pelanggan.

Ini sangat penting supaya publik lebih termotivasi berpindah ke teknologi yang dianggap lebih mudah digunakan dan efektif tersebut.

Pemerintah diharapkan bukan hanya memacu melalui aspek peraturan dan promosi, namun juga bertindak aktif dalam menyediakan insentif untuk paraoperator sehingga biaya bisa dikurangi dan tidak menambah beban bagi penggunanya.

"Saya pikir diskon yang diberikan oleh pemerintah untuk jasa Kemendagri sebaiknya juga dikurangi hingga mencapai harga konsumen yang lebih murah. Sebagai contoh, mungkin kita bisa membuat biaya migrasi eSIM menjadi gratis," katanya.

Berikut ini proses registrasi dari Embedded Subscriber Identity Module (eSIM), yang melibatkan penggunaan data biometrik, termasuk pengenal wajah (face recognition) ataupun cap jari (fingerprint). Untuk setiap kali melakukan pendaftaran, operator telepon genggam tersebut akan menarik biaya sebesar Rp 1.500 khusus untuk teknologi face recognition.

Pendaftaran nasabah yang dikonfirmasikan menggunakan pemeriksaan data biometri seperti pengenalan wajah atau sidik jari dapat menghasilkan pembentukan satu NIK untuk tiga akun berdasarkan basis data kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukkapil).

Pada dokumen bisnis, diawali dengan pemakaian data Nomor Induk Kependudukan (NIK) oleh operator telepon genggam guna memverifikasi kartu SIM mereka dikenakan tarif sekitar Rp1.000 per akses atau tiap hitungan. Sedangkan harga untuk verifikasi sidik jari biometrik adalah Rp2.000 setiap hit, serta sistem pengenalan wajah biometrik berharga Rp3.000 per hit.

Akan tetapi, biayanya menerima diskon sebanyak 50% dari Kemendagri.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 tahun 2025 mengatur tentang besarnya tarif, syarat-syaratnya, serta cara pengenaannya sebesar Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen) untuk jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku di lingkungan Kementerian Dalam Negeri telah ditetapkan demikian.

Menurut Pasal 3 dari Peraturan Menteri itu, dinyatakan bahwa jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kementerian meliputi layanan akses untuk memanfaatkan data dan dokumentasi kependudukan.

Di Pasal 3 butir a, disebutkan bahwa instansi pemerintah, lembaga penyelenggaran jaminan sosial, koperasi, serta usaha mikro dan kecil terkena tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah).

"Operator telekomunikasi diwajibkan membayar biaya sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan," demikian tertulis dalam Pasal 3 butir b dari regulasi tersebut.

Berkat aturan baru dari Permendagri, operator kini cukup membayar sebesar Rp1.000 untuk menggunakan sistem verifikasi sidik jari biometrik dan Rp1.500 untuk memanfaatkan teknologi pengenalan wajah biometrik melalui platform Dukcapil.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama